faktor kemiskinan di indonesia

Faktor Penentu Kemiskinan Di Indonesia
  1. Pendapatan Per Kapita Penduduk
    Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Peningkatan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Sementara sebagian besar penduduk yang saat ini hidup dalam kemiskinan tidak menikmati capai tersebut. Dengan kata lain meskipun ekonomi tumbuh dengan baik, tetapi mereka tetap berada dalam kemiskinan. Peningkatan kontra prestasi (gaji, honor, upah, dan bentuk lain) yang selama ini terjadi di Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian orang. Peningkatan kontra prestasi tersebut tidak sampai menyentuh pada kelompok yang berada pada garis kemiskinan.
  2. Rasio Ketergantungan Penduduk
    Kemiskinan juga dipengaruhi oleh rasio ketergantungan penduduk. Besarnya penduduk yang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga, menganggur, dan sedang sekolah akan semakin memperbesar rasio ketergantungan penduduk. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan faktor penyebab kemiskinan. Artinya jikalau nantinya penduduk yang saat ini sedang sekolah (SMP/SMA/Diploma/Sarjana) telah lulus, maka kehadira mereka tidak akan membantu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Tetapi kehadiran mereka justru akan menambah besar nilai rasio ketergantungan. Dengan kata lain kemungkinan mereka untuk menjadi pengangguran lebih besar karena sistem pendidikan yang tidak memiliki link and match dan miskin praktek/ keterampilan.
    Meningkatnya rasio ketergantungan akan meningkatkan proporsi populasi yang hidup dalam kemiskinan. Angka kelahiran yang tinggi berimplikasi pada tingginya rasio ketergantungan. Negara-negara berkembang di Asia yang sukses mengurangi angka kelahiran, maka rasio ketergantungannya relatif rendah. Kemiskinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya rasio ketergantungan.
    Faktor penyebab munculnya rasio ketergantungan adalah adanya tingkat kelahiran yang tinggi. Penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk yang tidak terkendali karena ledakan penduduk akan menimbulkan pola hidup yang serba pas-pasan. Masyarakat miskin tidak akan pernah berhasil mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dari tingkat subsiten, kecuali apabila mereka mengadakan pemeriksaan pengendalian preventif terhadap pertumbuhan populasi mereka, atau dengan menerapkan pengendalian kelahiran. Apabila setiap keluarga memiliki tiga orang anak yang berarti dalam satu keluarga akan terdiri dari lima jiwa. Semakin besar jumlah anak maka semakin besar jumlah tanggungan yang harus di tanggung oleh kepala keluarga. Selanjutnya semakin besar jumlah penduduk yang berusia tidak produktif makan semakin besar tanggungan yang harus di tanggung oleh penduduk usia produktif.
  3. Pertumbuhan Ekonomi
    Tidak ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mampu mengurangi munculnya kemiskinan. Karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi justru hanya memicu munculnya kesenjangan pendapatan dan in-equality. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap upaya menaikkan pendapatan penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi tidak bisa mengurangi ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan orang miskin. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan dan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan (gini ratio) maka semakin besar tingkat kemiskinan.
    Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama ini dicapai oleh Indonesia ternyata tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang di Indonesia. Efeknya akan memunculkan kemiskinan struktural dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang kaya, sementara bagian terbesar masyarakat yang tetap miskin.
    Pengurangan kemiskinan di suatu negara dan di waktu tertentu ditentukan secara penuh oleh tingkat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan. Hubungan ini sesuai dengan teori “tricle down effect” dimana bila ekonomi tumbuh, maka secara otomatis akan terjadi pemerataan hasil-hasil pembangunan atau perembesan ke bawah sehingga hasil-hasil pembangungan dapat dinikmati oleh kelompok miskin. Dengan demikian kaum miskin dapat keluar dari kemiskinannya.
  4. Persentase Tenaga Kerja Di sektor Pertanian
    Kemiskinan di pedesaan di Indonesia dapat berkurang dengan meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Sehingga pembangunan pedesaan dan pertanian, dimana ada kenaikan produktivitas per hektar atau pada rumah tangga, seharusnya diprioritaskan untuk bagian pulau di luar Jawa dan Bali dimana tingkat kemiskinannya yang tinggi. Persentase tenaga kerja di sektor pertanian tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan karena sektor pertanian dan mempunyai tingkat pendidikan SD kebawah. Oleh karena itu program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian perlu diprioritaskan. Pembangunan sektor pertanian melalui perbaikan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan serta pembangunan masyarakat pedesaan perlu menjadi pijakan untuk membawa masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan kemiskinan.
  5. Pengaruh Penghasilan Terhadap Kemiskinan
    Menurut Sumardi (1983 : 65), penghasilan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasinya yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari pekerjaan yang telah dilakukannya, pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan serta dari sektor subsistem.
    Penghasilan merupakan pendapatan yang berbentuk uang. Seseorang yang memiliki penghasilan rendah maka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seperti, kebutuhan pangan, papan, maupun sandang. Seseorang yang memiliki pendapatan yang tinggi dapat menyisakan hasil pendapatannya untuk memutar kembali uang yang telah diperoleh agar dapat menghasilkan tambahan pendapatan. Sedangkan seseorang yang memiliki pendapatan rendah tidak dapat menyisakan ataupun memutar kembali uang yang diperoleh, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat kesulitan.
    Seseorang orang yang pekerjaan jauh lebih ringan dan santai justru mendapatkan pendapatan yang tinggi karena lebih memiliki tanggung jawab yang besar. Berbeda dengan seseorang yang pekerjaannya jauh lebih berat malah mendapatkan penghasilan yang rendah, padahal sudah mengeluarkan tenaga yang cukup besar.
    Menurut Djojohadikusumo (1989 : 20), pendapatan per kapita menunjukan tingkat hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, maka kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah tersebut juga akan meningkat. Oleh karena itu pendapatan per kapita suatu wilayah sering kali menjadi tolak ukur dari ketidak berhasilan suatu daerah untuk menciptakan pembangunan yang pesat.

Komentar